FriskaSariAmelia_0086
Sabtu, 26 Juni 2010
Deferensiasi Produk
Belakangan GKG tidak melenggang sendirian. Kategori biskuit yang selalu meledak menjelang Lebaran ini dibuntuti banyak pemain lain. Sebut saja PT Mayora Indah Tbk., PT Kraft Food Indonesia, PT Arnott's Indonesia, Grup Orang Tua (GOT), GarudaFood dan masih banyak lagi.
Pasar biskuit diam-diam memang menggiurkan. Diperkirakan sebesar Rp 2,5 triliun di tahun 2008. Menurut catatan riset Nielsen Indonesia, pertumbuhan pasar biskuit tahun lalu mencapai 19,45%. Pertumbuhan itu menurut Yongky Surya Susilo dari Nielsen Indonesia wajar, karena pertumbuhan FMCG (termasuk biskuit) di Indonesia dari tahun ke tahun selalu tumbuh dua digit. Bila merunut ke belakang, sepanjang 2004 sampai 2007, pertumbuhannya berturut-turut: 13,8%, 17,7%, 14,3% dan 15,2%.
Yang menarik, walaupun pasarnya besar dan tingkat persaingannya menggairahkan, tak ada satu pun pemain yang mendominasi di kategori ini. Di antara 6 subkategori, yakni: wafer, assorted, crackers, marie, stick dan cookies, pemimpin pasarnya masing-masing berbeda-beda.
Contohnya wafer. Subkategori ini “dikuasai” oleh GOT melalui Tango dan GarudaFood diwakili Gery. Keduanya bertempur keras, baik di distribusi maupun iklan. Catatan Nielsen Media Research, belanja iklan Tango di 2008 sebesar Rp 58,9 miliar, sedangkan Gery menggelontorkan dana sekitar Rp 45 miliar. Dari persaingan itu, Tango memimpin dengan penguasaan pasar 27%, sedangkan Gery 14%.
Crackers lain lagi jawaranya. Di subkategori ini ada Nissin, Khong Guan dan Indofood yang malang melintang. Persaingan crackers tergolong paling keras di antara subkategori lain. Pasalnya, hampir semua produsen punya produk unggulan. Adapun assorted biscuit, Khong Guan memang jawaranya. Dia menguasai 53% pangsa pasar. Berada di belakangnya adalah Kraft Food Indonesia lewat Legenda, dan Arnott's Indonesia lewat Venezia.
Untuk kategori biskuit, Mayora memiliki cukup banyak merek, seperti Roma, Danisa, Beng-Beng, Slai Olay, Better dan Astor. Sayang, Ongkie enggan menyebutkan satu per satu pemain yang head to head dengan merek-merek besutannya itu
Menggunakan brand sendiri biayanya memang lebih mahal, sedangkan penggunaan umbrella brand akan menjadikan biaya promosi lebih murah. Namun penggunaan umbrella brand membuat perusahaan tidak fokus pada suatu produk secara spesifik. “Jadi pilih biaya murah atau fokus pada produk yang spesifik,” ujarnya.
Strategi yang sama juga diterapkan oleh GKG yang paling tidak membesut empat merek di kategori ini, yaitu Khong Guan, Nissin, Serena dan Monde. Salah satu keunggulan GKG terletak pada kekuatan merek Khong Guan sendiri. Sebagai merek yang sudah melegenda, Khong Guan sudah sangat dikenal konsumen
Dalam hal kampanye ATL, baik GKG maupun Mayora termasuk pemain yang konservatif. Pasalnya, pemain lain, seperti GOT, GarudaFood dan Kraft Food mengeluarkan belanja iklan yang jauh lebih besar. Tahun 2008, Kraft Food menjadi pemain yang paling royal dalam beriklan dengan pengeluaran sebesar Rp 125,3 miliar, disusul GOT dengan Rp 58,9 miliar, dan GarudaFood Rp 44,2 miliar.
analisis iklan pocari sweat
Minuman isotonik semakin gencar menyerbu pasaran. Salah satunya adalah Pocari Sweat. Melalui iklannya yang dibintangi oleh sebuah pohon yang kekeringan sehingga tidak ada daun yang tumbuh pada dirinya, dan setelah meminum pocary sweat akhirnya banyak daun yang tumbuh, digunakan oleh pocary sweat untuk mengatakan, ion di dalam isotonik mampu menjaga kelembapan kulit dan dapat membantu menyembuhkan metabolisme tubuh yang rusak.
Sedangkan iklan pocari sweat yang lain, menggambarkan bahwa ion tubuh bias hilang saat tidur.
Segmentasi Pasar PT Indofood
Di kelas menengah yang harganya Rp 2000,00 sampai dengan Rp 3000,00 perbungus, Indofood menyerbu dngan merk Indomie spesial, Supermi, dan Sarimi. Inilah segmen pasar terbesar yakni mencapai 70% dari produk indofood.
Di kelas atas, Indofood menawarkan produknya di atas Rp 3000,00 dengan merk Indomie Special Quality dan Supermi Super. Produk Indofood ini hampir tidak memiliki tandingan karena 99% pangsa pasar di kelas ini dikuasai Indofood.
Dominasi Indofood dalam bisnis mie instant didukung oleh adanya kebijakan pemerintah yang bersifat protektif, yaitu dengan memasukkannya dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) yag berarti pemerintah tidak mengizinkan investasi baru.
Strategi utama yang dilakukan oleh Indofood dalam memasarkan produknya adalah Concentric Diversfication Strategi. Strategi ini dilakukan dengan menambah produk yang baru tetapi masih saling berhubungan. Ini terlihat dari semakin banyaknya produk mie instant yang dihasilkan yang disesuaikan dengan kebutuhan pangsa pasar. Selain itu dilakukan diversifikasi harga dengan merubah bentuk dan rasanya.
Selain itu Indofood juga menerapkan strategi Penetrasi Pasar, yaitu berusaha untuk meningkatkan pangsa pasar. Dalam strategi Indofood telah memperbanyak tenaga penjual, menambah biaya advertising (melalui iklan di Televisi, majalah, dan surat kabar), menawarkan promosi penjualan ekstensif, dan meningkatkan publikasi. Hingga saat ini produk mie instant yang dihasilkan PT Indofood rata-rata 9.7 milyar bungkus per tahun,dengan klasifikasi peruntukan seperti yang telah dijelaskan di atas.
Strategi Exelcomindo Pratama dalam memenangkan pasar
Pasar selular berkembang dari 52 juta di tahun 2005 menjadi 68 juta di tahun 2006, dan meskipun persaingan semakin hebat dan menantang, XL dapat mempertahankan pangsa pasar XL, dan yang lebih penting lagi, XL dapat memperbesar pasar melalui pendapatan yang dihasilkan. Melalui hasil penawaran perdana saham Perseroan di tahun 2005 dan penerbitan obligasi yang kedua pada awal tahun 2006, XL telah memperluas wilayah cakupan secara signifikan selama tahun 2008, dan mengelola wilayah cakupan di Pulau Jawa kepada tingkat yang sangat kompetitif sementara jaringan cakupan wilayah terus diperluas melalui peningkatan BTS menjadi lebih dari 14.000 BTS (termasuk 981 node B – BTS untuk 3G) hingga Agustus 2008 yang membentang di sepanjang daerah wilayah Indonesia.
Di masa mendatang, XL akan senantiasa mengembangkan wilayah cakupan, khususnya di luar Pulau Jawa, mengembangkan produk dan layanan yang menarik dan terjangkau untuk pelanggan. Karena XL menyadari sepenuhnya bahwa jangkauan jaringan pelayanan yang berkualitas tinggi, kapasitas bandwidth, dan produk serta layanan yang inovatif merupakan kunci bagi kesinambungan pertumbuhan jangka panjang Perseroan. XL telah berhasil meluncurkan layanan 3G di 13 kota di 9 propinsi Indonesia sebagai penyedia jasa layanan 3G ”Pertama Terluas dan Tercepat” di Indonesia. Didukung oleh teknologi HSDPA (High-Speed Downlink Packet Access) yang memungkinkan kecepatan akses data hingga 2.6Mbps, menjadikan XL sebagai penyedia
layanan 3G ‘tercepat’ sampai dengan saat ini.
Inisiatif pemasaran yang inovatif dilakukan dengan cara memperluas jangkauan layanan, serta menawarkan produk dan layanan unggulan yang lebih mudah dijangkau pelanggan melalui lebih dari 156 XL Center dan hampir 34.000 outlet XL Kita di hampir semua kota besar di Indonesia. Berbagai inisiatif ini berhasil meningkatkan jumlah pelanggan hingga mencapai lebih dari 22 juta pelanggan pada semester 1 2008. Selain solusi konsumer, XL juga mengembangkan layanan pasar korporat yang sedang berkembang pesat dengan meningkatkan sinergi dengan TMI. Saat ini XL dalam proses untuk lebih lanjut mengembangkan jaringan serat optik digital mencakup seluruh Pulau Jawa; jaringan gelombang mikro digital berkapasitas tinggi di Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi; dan kabel jaringan serat optik digital bawah laut yang menghubungkan Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Sulawesi dan Kalimantan.
Dengan tersedianya jaringan backbone di sepanjang kawasan industri dan daerah yang berpopulasi padat, XL memiliki peluang strategis untuk menggabungkan jaringan backbone dengan seluler digital bagi pemenuhan kebutuhan pelanggan ritel maupun korporat. Untuk memenuhi kebutuhan pasar korporasi, XL menyediakan solusi telekomunikasi yang terintegrasi, yaitu penggabungan antara jaringan backbone serat optik dengan fasilitas dedicated leased line, komunikasi data, platform. Dengan menjadi salah satu anggota dari TMI, memungkinkan XL untuk semakin mengasah kemampuan XL melalui pertukaran pengalamanpengalaman yang terbaik, saling membagi keahlian dan sumber daya, serta penghematan biaya melalui standar harga dan kerja sama-kerja sama, dan XL percaya keuntungan lebih lanjut akan didapatkan di masa yang akan datang.
Dengan dukungan para pemegang saham, segenap Dewan Komisaris, para investor, mitra bisnis dan pelanggan setia, serta segenap karyawan yang berdedikasi, XL yakin berbagai peluang dan tantangan ke depan sepanjang tahun 2007 dapat dihadapi dengan lebih baik. VoIP berskala besar, layanan telekomunikasi seluler GSM, dan layanan komunikasi terkini lainnya. Pada saat ini, XL adalah satu-satunya penyedia jasa telepon bergerak selular, telekomunikasi dan informasi terpadu yang bisa menyediakan semua layanan ini dalam satu atap, di Indonesia.
ANALISIS SWOT-Produk Susu Formula dari Nestle
Strength
Produk susu formula memiliki kandungan nutrisi tinggi, R&D untuk pengembangan produk berkualitas dengan mengadaptasikan kebutuhan lokal dan Nestle telah dikenal di seluruh dunia akan kualitas produknya, terutama di Swiss.
Weakness
Image yang kurang baik karena aksi boikot dan protes dari beberapa Negara dan kurangnya social responsibility dalam pemasaran produk susu formula
Opportunities
Pertumbuhan angka kelahiran yang terus meningkat di dunia, khususnya di negara berkembang dan kebutuhan nutrisi yang bergizi tinggi bagi balita mengingat penurunan kuantitas dan kualitas pemberian ASI kepada balita akibat kondisi ibu yang kurang gizi, kesibukan ibu bekerja setelah melahirkan, penyakit HIV, dll.
Threats
Banyaknya kompetitor produk sejenis, seperti Morinaga, Nutricia, Wyeth, dll dan aksi boikot dan protes di masa yang akan dating. Berdasarkan data, terlihat bahwa dari tahun ke tahun, produk susu selalu mendominasi penjualan Nestle. Hal inilah yang menyebabkan Nestle mempertahankan produk susu. Selain itu, hingga kini susu formula Nestle yang bernama Lactogen juga masih dipertahankan, padahal pada saat musibah terjadi, Lactogen-lah yang menjadi pemicu terjadinya pemboikotan. Nestle mempertahankan produk Lactogen, karena Nestle merasa bahwa Lactogen memiliki kualitas terbaik dan dapat dipakai sebagai pengganti ASI dalam kasus-kasus tertentu (Ibu tidak memiliki pasokan ASI yang cukup, Ibu mengidap virus HIV, Ibu bekerja sehingga tidak punya cukup waktu untuk menyusui dan lain sebagainya). Selain itu bila Nestle mengganti nama, secara tidak langsung Nestle mengaku salah, padahal musibah terjadi hanya karena masalah misscommunication.
Mengenai strategi pemasaran 4P, khususnya produk, pada negara berkembang, kebutuhan utama adalah pada produk dengan harga murah dan makanan berprotein tinggi. Hal ini dilihat sebagai peluang bagi Nestle dengan melaksanakan forward invention, yaitu mengembangkan produk yang memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat. Pemasaran produk harus didukung dengan promosi yang tepat sehingga dapat diterima oleh masyarakat.